Thursday, August 27, 2009

Poco-Poco vs. Pato-Pato

Aku tengah dok memikirkan samada tarian poco-poco ini asal dari Filipina ker atau dari Indoanesia....so, sama-samalah kite baca artikel yang aku ceduk dari blog kawan aku dari Indoanesia

Balenggang pata pata

Ngana pe goyang pica pica

Ngana pe bodi poco-poco ......


Lirik di atas adalah pengenalan kepada sebuah lagu yang berjudul Poco-Poco. Lagu ini sangat popular tidak hanya di kalangan masyarakat kawanua (istilah untuk orang-orang yang berasal dari Sulawesi Utara) tapi juga di seantero nusantara bahkan dipercayai gemanya telah sampai ke negara Asia Utara.

Lagu ini memiliki rentak ceria dengan irama seperti cha-cha dan selalu diiringi dengan gerakan menyerupai senam seperti line dance yang umum dibawakan oleh para cowboy dari negara Uncle Sam. Kini gerakan senam yang selalu dibawakan secara berkelompok ini lebih dikenal dengan nama dansa Poco-Poco. Banyak orang bertanya dari mana asal Poco-Poco dan jika mendengar dari lagunya saja, pasti mereka akan berfikir bahwa Poco-Poco berasal dari Manado, Sulawesi Utara.

Kalau dilihat dari bahasa yang dipakai pada lirik lagunya memang menggunakan Bahasa Manado sehingga pasti orang akan berpikir bahwa Poco-Poco asalnya dari sana. Bahkan sebahagian orang kawanua pun menganggap bahwa Poco-Poco memang berasal dari tanah kelahiran mereka. Namun sepertinya tidak banyak yang menyedari bahawa lagu ini bukan diciptakan oleh seorang Manado. Lagu ini diciptakan oleh seorang Ambon bernama Arie Sapulette dan juga dinyanyikan/dipopulerkan oleh penyanyi Ambon bernama Yoppy Latul. Sedangkan dansa Poco-Poco sendiri, gerakan dasarnya diambil dari tarian tradisional Maluku bernama Wayase atau Maku-Maku.Sebenarnya ada sebuah kesenian tradisional asli bumi Sulawesi Utara, yaitu Pato-Pato. Pato-Pato atau yang juga dikenal dengan istilah Masamper adalah sebuah seni menyanyi dan menari khas masyarakat suku Sanger, Sulawesi Utara. Lagu yang dibawakan tidak hanya melulu bercerita tentang hubungan manusia dengan manusia tapi juga bercerita tentang hubungan manusia dengan Tuhannya bahkan hubungan manusia dengan alam sekitar. Kesenian Pato-Pato umumnya dibawakan dalam acara seperti upacara adat, perayaan hari raya keagamaan, pesta pernikahan, dan hari ulang tahun. Untuk terlibat dalam kesenian ini, kita dituntut untuk bisa bernyanyi dan menari dengan lincah. Seperti halnya Poco-Poco, Pato-Pato juga harus dibawakan secara berkelompok. Namun bedanya dalam setiap kelompok Pato-Pato memiliki seorang pemimpin yang dipanggil ‘Pangantaseng’, ia bertugas memberikan aba-aba kepada anggota-anggota yang lain, gerakan dan lagu apa yang akan dibawakan. Sebagai catatan, peserta kesenian ini diwajibkan menguasai banyak lagu Pato-Pato atau Masamper sekaligus karena kesenian ini dibawakan secara estafet atau nonstop.

Di kota tempat saya berdomisili, kesenian ini masih terpelihara dengan baik. Banyak event lokal yang dimeriahkan dengan atraksi menarik rentak tari dan lagu Pato-Pato, sebut saja ajang pesta rakyat yang rutin dilakukan setiap tahun dalam rangka memperingati haru ulang tahun kota. Selain itu, pada setiap hari Natal atau Tahun Baru ada semacam tradisi yang masih dilakukan sampai sekarang, yaitu berkunjung ke rumah-rumah yang dilakukan oleh kelompok kesenian Masamper. Di setiap rumah yang disinggahi, kelompok tersebut akan membawakan setidaknya lima buah lagu Pato-Pato dengan gerak tari yang juga berbeda-beda yang sering mengundang gelak tawa dari penghuni rumah dan siapa saja yang melihatnya.

Jika melihat kenyataan di atas, apakah kita (warga kawanua) masih patut mengklaim bahwa Poco-Poco berasal dari Manado? Dari pada mengaku-ngaku sesuatu yang masih diragukan asal-usulnya seperti Poco-Poco, mengapa kita (warga kawanua) tidak kembangkan saja Pato-Pato yang merupakan kesenian asli daerah kita sendiri. Ataukah seni budaya Sanger masih ‘dinomor-duakan’ di daerah ini ?